21.4 C
Indonesia
Saturday, May 24, 2025
spot_img

Gubernur Sulteng Soroti Ketimpangan Dana Bagi Hasil dalam RDP Bersama Komisi II DPR RI

Jakarta, Japrinews.id – Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng), Anwar Hafid, menyuarakan secara tegas ketimpangan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dialami daerahnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Gedung Parlemen, Selasa, 29/04/2025.

Dalam forum yang turut dihadiri Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk dan dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, Anwar menyampaikan kegelisahan masyarakat Sulawesi Tengah atas ketidakadilan distribusi hasil kekayaan alam, khususnya dari sektor pertambangan.

Ia mengungkapkan bahwa meskipun Sulawesi Tengah menjadi salah satu kontributor terbesar penerimaan negara melalui sektor tambang, termasuk industri smelter yang disebut Presiden menyumbang hingga Rp570 triliun, provinsinya hanya menerima sekitar Rp200 miliar per tahun dari DBH.

“Sulawesi Tengah hancur-hancuran akibat pertambangan. Tambang di mana-mana, tapi DBH hanya Rp200 miliar. Ini tidak adil,” ujar Anwar penuh emosi.

Anwar juga menyoroti kelemahan sistem perpajakan yang hanya mengenakan pajak di “mulut tambang”, bukan di “mulut industri”, sehingga nilai tambah yang seharusnya dinikmati daerah justru terserap di pusat. Menurutnya, jika pajak dikenakan setelah produk nikel menjadi stainless steel, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi Tengah bisa bersaing dengan provinsi-provinsi besar seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Ia menambahkan bahwa kebijakan tax holiday dan tax allowance selama 25 tahun bagi industri smelter sangat merugikan daerah. Sementara cadangan nikel di Morowali, katanya, diperkirakan hanya tersisa 10 tahun lagi.

“Saya pernah ancam perusahaan-perusahaan itu agar membuka kantor perwakilan di Sulteng. Tapi mereka seakan tak peduli. Pajak dan NPWP semuanya di Jakarta, tapi kerusakan lingkungan kami yang tanggung,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyampaikan bahwa forum RDP ini merupakan bagian dari pengawasan terhadap transfer dana pusat ke daerah. Ia mengakui selama ini DPR belum maksimal melakukan pengawasan setelah dana masuk ke APBD.

“Kami ingin pendalaman terhadap semua jenis dana transfer, termasuk DAU, DAK, DBH, dan Dana Insentif Daerah. Ini penting agar kebijakan pusat berpijak pada kebutuhan nyata di daerah,” jelas Rifqi.

Ia juga menyinggung perlunya regulasi pembinaan dan pengawasan terhadap BUMD yang di banyak daerah justru menjadi beban. Selain itu, isu reformasi birokrasi dan penataan tenaga honorer juga dibahas sebagai pekerjaan rumah besar di banyak daerah.

Anwar Hafid menegaskan bahwa RDP seperti ini sangat penting sebagai ruang menyampaikan suara daerah yang selama ini sering tidak terdengar. “Kami kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, tapi masih sangat tergantung pada kebijakan pusat yang belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan daerah,” pungkasnya.

RDP ini menjadi momentum penting yang menegaskan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia masih menyisakan ketimpangan serius. Suara dari daerah seperti Sulawesi Tengah perlu menjadi perhatian utama dalam pembenahan kebijakan nasional ke depan.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles